Ranu Kumbolo (Day 2)


Selamat pagi!! Shubuh di Ranu Kumbolo, tapi mau keluar tenda gak kuat. Bangun tidur lalu mencari sesuap kudapan yang bisa masuk ke perut. Sampai jam setengah 5 kita masih ada di dalam tenda, mau keluar takut berubah jadi es batu. Tapi akhirnya, didasari keinginan yang kuat agar tidak melewatkan sunrise di Ranu Kumbolo, kita pasang sepatu, sarung tangan dan lepas dari sleeping bag masing-masing. Begitu keluar dari tenda, langsung ambil hape dan CEKRRIIIKK... This is it.. 
Pagi di Ranu Kumbolo
Beberapa menit lagi menuju sunrise, sambil menikmati tiupan angin yang SANGAT SEPOI-SEPOI, kita senam pagi dulu. Banyak banget orang-orang yang berfoto di pinggir danau, sampe sampe yang mau foto mesti antri kayak di studio foto. Sayang gak ada orang jual jasa foto langsung cetak disini. 

Tibalah kala sang surya menyingsing di pagi hari, di atas hamparan air yang tergenang di Ranu Kumbolo
Sunrise at Ranu Kumbolo

Langsung deh, semua orang gantian berpose, mendadak Ranu Kumbolo jadi venue untuk lomba fotografi. Gak cuma itu seh, kayaknya disini juga jadi venue untuk lomba bagus-bagusan gadget. Gayanya macem-macem, mulai dari yang normal sampe yang abnormal, mulai dari pose yang wajar sampe pose yang gak penting. Dan pose yang selalu menjadi tanda tanya besar di benakku adalah pose loncat. Ini sebenernya tujuannya apa sih pose loncat itu? Apa sangking pengennya terbang gitu? Atau biar keliatan kalo lagi bahagia banget? Itu persepsi kalian masing-masing lah. 

Setelah puas motret-motret, perut mulai berasa laper, ini artinya chef-chef kita saatnya beraksi. Menu pagi itu adalah nasi putih berlauk sarden plus pasir ranu kumbolo (yang gak sengaja kecampur).
Proses masak-masak
Setelah menunggu beberapa menit, chef-chef kita telah menciptakan sebuah masakan bercita rasa tinggi penuh kalori
Nasi putih + Sarden + Pasir
Sehabis sarapan, temen-temen berniat untuk naik Tanjakan Cinta dan main di Oro-Oro Ombo. Tapi sebelumnya, mereka bikin bekal dulu sebelum jalan-jalan. Kali ini kita bikin Jelly Gurun Pasir. Yap, knapa dinamai seperti itu, karna bahannya adalah Jelly rasa stroberi ditambah susu coklat ditambah susu putih ditambah pasir (bukan gula pasir) (lagi-lagi tanpa sengaja pasir masuk dalam adonan). Setelah Jelly Gurun Pasir jadi. Kita mulai jalan-jalannya dan diawali dengan melewati Tanjakan Cinta dengan mitosnya apabila kita bisa melewati Tanjakan Cinta ini tanpa menoleh maka orang yang kita harapkan untuk bisa jadi jodoh kita akan terkabulkan.
Tanjakan Cinta
Sesampai di ujung Tanjakan Cinta, kita disuguhi pemandangan yang We O We Te O Pe Be Ge Te. Inilah pemandangan luar biasa yang ada di Oro-Oro Ombo. Anginnya coy, berhembus dengan kencangnya sampe-sampe rambut jadi kayak goku yang jadi super saiya tiga.
Oro-oro Ombo
Ozan di padang lavender Oro-oro Ombo

Fedi Nuril berjemur di Oro-oro Ombo
Disana kita menikmati bekal yang sudah kita buat tadi, yaitu "Jelly Gurun Pasir". Rasanya uuuueeeennnaak buuuanget.. Seger, kenyal, manis, asem, dan renyah (efek pasir yg masuk adonan). Di Oro-oro Ombo kita tidur-tiduran selama beberapa jam, gak peduli ntar ada macan mampir atau ikutan tidur sama kita. Yang bikin pegel disana, adalah menjawab sapaan tiap pendaki yang lewat, salah kita juga sih tidur di jalur pendakian, ada sekitar 50 pendaki yang lewat dan itu menyapa ke kita semua "Permisi mas", "Gak naik mas?", "Mas", "Nuwun sewu" dan yang paling aneh adalah ketika teman-teman yang tidur malah dikira pingsan "Lho, kenapa ini mbaknya mas? sakit?". Setelah puas tidur di Oro-oro Ombo, kita balik ke tenda. Soalnya masih punya tanggungan cari air juga buat stok hidup ntar malemnya.
Tidur siang di Oro-oro Ombo
Berabu-abu bersama Andin
Sore pun menyingsing, matahari mulai tenggelam, udara terasa semakin dingin. Aku dan ozan niatnya nyari kayu bakar, buat api unggunan ntar malemnya, eh yang ada kita malah terjebak di toilet terluas di pulau jawa. Kenapa aku sebut seperti itu, karna di hutan tempatku nyari kayu, banyak bekas orang poop bersebaran dimana-mana. Untungnya kita gak salah ambil kayu.

Pas malemnya, cewek-cewek mulai masak lagi, kali ini menunya mie instan. Ada hal yang menjengkelkan selama di Ranu Kumbolo yaitu mbak Ndayu yg ternyata gak ikutan bantuin masak, malah milih-milih merk mie instan yang dimasak, dia gak mau makan kalo mienya bukan Indomie. This is f*ck men. Yaudah sama temen-temen disuruh masak sendiri. Ini nih efeknya nonton 5cm, jadi ikut-ikutan kan. Kalo di film 5cm ada yg namanya Rianti, kalo disini temen-temen ngasi julukan ke mbak Ndayu si Rianto. Malam itupun "Rianto" sukses jadi bahan bully semaleman sampe akhirnya temen-temen kedinginan dan masuk ke tenda masing-masing.
Kondisi  di dalam tenda para cowok keren
Tengah malem, tiba-tiba anginnya semakin kencang. Api unggun buatanku dan ozan yang gagal karna kayunya cuma sedikit tiba-tiba terbakar dengan sendirinya di samping tenda. Tapi untungnya api yang menyala cuma sebentar dan gak sampai merembet ke tenda. Aku dan Ozan yang terlanjur bangun karna angin kencang ini, mulai merasakan rasa lapar yang tak tertahankan. Setelah korek-korek stok makanan, Ozan menemukan bubur bayi, langsung nyalakan kompor, masak air biar mateng, campur dengan bubur, jadilah kita 2 orang bayi mungil yang sedang kelaparan di tengah malam yang makan bubur bayi rasa vanila.
Setelah puas mengisi perut, mata masih gak bisa merem, aku dan Ozan iseng-iseng nyalain musik biar ga bosen. Karna kita adalah penggemar musik cadas, jadi kita nge-play lagunya Cherrybelle full album sambil ngebahas para personilnya, diantaranya Kezia Chibi yang gak secantik kakaknya Angel Karambol, eh Karamoy. Disaat bersamaan, ternyata para cewek yang tendanya di depan tenda kita malah nguping menikmati pembicaraanku sama Ozan yang sangat berbobot ini -_-" (to be continued..)







Ranu Kumbolo (Day 1)

Siang itu, kala aku sedang ngupil dengan nikmatnya di depan tipi (sungguh ini bukan kalimat awal yang baik), tiba-tiba hapeku mengeluarkan kemampuannya yaitu bergetar dan berbunyi, ya itu ada sms masuk dari sahabatku Ozan " Bro, melu neng Ranu Kumbolo ayo". Awalnya kutolak ajakan itu, karna jadwal emang lagi padet-padetnya, lagi banyak demo di kantor pemerintahan, kan pasti bakal banyak gelas air mineral bekas tuh (ternyata pemulung). Enggak lah, pas itu lagi menikmati masa akhir lebaran dengan nonton film-film polisi, eman mau ketinggalan episodenya. Tapi setelah melewati perdebatan yang panjang didalam perut dan hidungku, akhirnya aku memutuskan untuk ikut. Kapan lagi punya kesempatan untuk naik ke tempat seindah itu. Kalo ada yang belum pernah tau Ranu kumbolo itu seperti apa, ini nih fotonya 
Ranu Kumbolo

Seketika itu, siang itu juga, langsung minta ijin sama kedua orang tua lewat sms (ini gak sopan, jangan ditiru). Begitu ijin turun dari atasan, langsung aja ngegass motor ke Puskesmas terdekat buat minta Surat Keterangan Sehat. Pas nyampe sana, eh ternyata bagian Pelayanan Administrasi udah tutup. Kayaknya ini pertanda kalo gak diijinkan untuk naik gunung. Berawal dari kegalauan, akhirnya tangan ini mengarahkan setir motor kearah rumah sahabatku waktu SMP, Lassa. Yap, Lassa saat itu sedang pulang kampung setelah selama ini dia merantau di Surabaya. Sebagai normalnya sahabat, yang dilakukan adalah curhat, entah ini kenapa cowok curhat sama cowok, tapi untungnya aku normal *kayaknya*. Dari situ Lassa memberi solusi untuk minta Surat Keterangan Sehat di Rumah Sakit swasta di Lumajang, tapi mesti bayar nanti, kalo di puskesmas gratis. Ini nih, di Indonesia segala macem dijadikan peluang buat ngehasilin uang. Dan malamnya pun, terpaksa mengikhlaskan uang 15ribu untuk minta SKS. Tapi penderintaan belum berakhir disitu. Ranu Kumbolo ini berada di ketinggian 2400 mdpl *gak tau bener apa gaknya* *gak ikut ngukur sih* dan aku sama sekali gak punya perlengkapan buat kemah di tempat setinggi itu seperti sleeping bag, matras, tenda dan tas carrier. Lagi-lagi Lassa seolah menjadi malaikat penolong bagiku, cuman dia gak pake sayap dan gak bersinar kayak malaikat yang asli. Berkat Lassa, aku bisa dapet pinjeman semua alat itu dalam semalam *AMAZING*.

Besok paginya, semua personil yang naik gunung *rencananya* kumpul jam 8 pagi, padahal malam sebelumnya aku gak bisa tidur gara-gara kepikiran disana bakal ngapain aja dan baru tidur jam 2 pagi. Shubuh udah bangun, ngisi perut, trus dikosongin lagi semuanya, karna menurut kabar dari makhluk yang punya "burung" , disana gak ada toilet. Jadi aku memilih untuk tidak membawa "beban" apapun selama pendakian. Jam setengah 8 jemput cewek yang harusnya udah saling kenal sama aku sejak kelas 2 SMA, sayangnya cuma aku aja yang tau dia, tapi dia gak pernah tau sama aku *miris* dan dia bernama Andin. Rumahnya ada di Jember, dan berangkat ke Lumajang naik bis, alhasil aku jemput dia dengan tampang tukang ojek. Aku dan Andin udah stay di Alun-alun Lumajang jam 8 pas sesuai dengan kesepakatan, tapi namanya Indonesia, jamnya dari karet semua, pada molor menn.. Jam setengah 9 baru ngumpul semua, ada Ozan, Chorik (temennya Ozan), kakaknya Chorik(Rizky) dan satu lagi temennya kakaknya Chorik (ribet amat -_-) yg namanya Ndayu. Tapi ternyata kita masih nyari pinjeman tenda ke temennya Chorik di Senduro, jam 10 kita baru naik ke Ranu Pani. Buat yang gak tau rutenya, jika kalian sudah berada di Lumajang, kalian tanya aja dimana letak Alun-alun Lumajang, nanti dari Alun-alun kalian ke arah barat atau kalo tanya orang tanya aja kemana arah kalo mau ke Senduro. Ikutin jalan ke Senduro itu aja terus, ntar sebelum Pura Mandala Giri Semeru Agung kalian akan menemukan papan jalan bertuliskan Ranu Pani, nanti kalian akan masuk ke jalanan pedesaan yang ancur dan ikutin aja jalan tsb.  Asal kalian tau, jalan di Ranu Pani itu sebenernya aspal tapi bertransformasi menjadi jalanan yang tertutupi oleh batu-batu seukuran bola tenis. Bayangin gimana rasanya nyetir diatas bola-bola tenis yang ada suatu wadah, bisa jalan? bisa kok, tapi lebih banyak jatuhnya daripada jalannya. Setelah 2,5 jam melewati jalan berkelok dan berliku di tengah hutan, akhirnya sampai di pos Ranu Pani. Setelah daftar di pos registrasi, akhirnya kita foto-fotoan terlebih dahulu buat dipamerin ke temen-temen kalo pernah siap-siap naik Gunung Semeru.

Ranu Pane
LET'S GO!! Jam 14.00 WIB kita berangkat. Perjalanan dimulai, awalnya seneng, tapi dalam 15 kemudian berubah jadi ngenes gara-gara ngelewatin Tanjakan Kaget. Tanjakan ini bener-bener bikin kaget orang-orang yang jarang naik gunung kayak aku. 2 langkah di tanjakan aja rasanya kayak ngangkat 5 biji elpiji 12 kilo, beraattt men....
Untuk menuju ke Ranu Kumbolo, ada 4 pos yang harus dilewatin, antara lain : pos satpam, poskamling, poster, posisi enak #Lho??


Di Pos 1 (dari kiri: Ndayu, Andin, Rizky, Chorik, Ozan, Fedi Nuril)

Sepanjang perjalanan, yang ada dipikiranku adalah berbagai benda yang aku tinggalkan dirumah, mulai dari tipi, bantal, guling, piring dan sendok pun terngiang di otak. Maklum, selama liburan Ramadhan cuma mereka yang setia menemaniku. Aku gak kebayang gimana keadaan mereka waktu aku tinggal naik gunung, pasti mereka bakal menjadi sosok-sosok yang terabaikan. Back to Kumbolo story, menuju ke Pos 1 sejauh 4km dari Ranu Pane masih terasa mudah, begitu juga sampai ke pos 2 dan pos 3, jalannya masih hepi meskipun selama di jalan kita diselimutin kabut. Dan jauhnya pun bikin kita pengen naik bis 2 kali. oper angkot 3 kali dan naik pesawat 1 kali <== ini lebay kan?.

Fedi Nuril sewaktu perjalanan
Pas nyampe dan ngliat yang namanya "Tanjakan Setan" di Pos 3, pengen rasanya melambaikan tangan ke kamera dan dijemput sama Ki Prana, karna tanjakannya kali ini "BENAR-BENAR SETAN" beeuuddhh, 1 langkah aja beratnya udah kayak digandolin sama traktor. Tapi diujung tanjakan setan ini, aku bisa berada diatas awan selain waktu naik pesawat. It's wonderfull view..
Ini waktu diatas awan, muka kucel kena knalpot pesawat

Setelah puas menikmati "kapas", rombongan jalan lagi menuju pos 4, itu udah lewat maghrib, udah 4 jam jalan dan belum nyampe. Nyampe di pos 4 dalam kondisi udah gelap buangett, perut laper, nafas ngos-ngosan, nyawa tinggal 2. Disaat itulah peran lampu mulai dibutuhkan, dari 6 orang yg berangkat cuma ada 2 senter beneran, dan 1 senter hapenya Andra and The Backbone. Tapi kita diberi keberuntungan dengan muncul bulan Purnama kala itu yang bersinar terang layaknya petromaks yang dibawa bakul kacang. Perjalanan dari pos 4 ke camp area Ranu Kumbolo ini perlu waktu setengah jam, dan kita jalan ditengah kegelapan sambil bawa senter, ini jadi berasa kita kayak lagi ikutan syutingnya jejak-jejak misterius yang lagi nyari Yeti (Manusia raksasa yg jadi mitos di himalaya).

Dan akhirnya kita sampai di camp area, aku dan ozan langsung bikin tenda, biar bisa cepet-cepet masuk ke dalam sleeping bag untuk tidur dan kabur dari dinginnya malam itu. Gak lupa juga kita bikin tenda buat ceweknya. Bisa dibayangin gak gimana caranya bangun tenda sambil seluruh badan menggigil? Brrrr... Menn, kita bangun tenda sambil goyang cesar, dikidaww dikidaww.. Dan cewek-cewek pun menjalankan kodratnya sebagai mahkluk yang berkewajiban untuk masak. Seusai bangun tenda, makanan pun udah jadi, dibawah sinar bulan purnama, kita ber-enam makan malam menikmat mie instan buatan para wanita tangguh. Mie yang baru matang, cuma 5 menit udah kayak mie yang dikasi es, sumpah dingin. Nasi yg dibawa dari rumah, kayak nasi yang dikeluarin dari kulkas. Seaneh-anehnya makanan yang kita makan, tetep aja masuk kedalam perut, jaga-jaga biar gak kelaperan dan mencegah kita biar gak kedinginan. Setelah makan pun, pada langsung masuk ke tenda. Yang pasti kita gak campur ya, cowok sendiri, cewek sendiri, dan itu artinya aku tidur berdua dengan ozan, sambil membayangkan calon istri masing-masing. Sampai pagi.
*eh ini longpost ya? lanjut postingan selanjutnya*



Copyright © 2012 Corat Coret TanahTemplate by : UrangkuraiPowered by Blogger.Please upgrade to a Modern Browser.